Jumat, 01 Januari 2010

MANAGEMENT AND HUMAN RESOURCES DEVELOPMENT

MANAGEMENT AND HUMAN RESOURCES DEVELOPMENT

Mangers perform various functions, but one of the most important and least understood aspects of their job is proper utilization of people. Research reveals that worker performance is closely related to motivation; thus keeping employees motivated is an essential component of good management in a business context, motivation refers to the stimulus that direct the behavior of workers toward the company goals. In order to motivated workers to achieve company goals, managers must beware of their needs.

Many managers believe workers will be motivated to achieve organizational goals by satisfying their fundamental needs for material survival. These needs include a good salary, safe working conditions and job security. While absence of these factors results in poor morale and dissatisfaction, studies have shown that their presence result only in maintenance of existing attitudes and work performance. Although important, salary, working conditions, and job security do not provide the primary motivation for many workers in highly industrialized societies, especially at the professional or technical levels.

Increased motivation is more likely to occur when work meets the needs of individuals for learning, self-realization, and personal growth. By responding to personal needs-the desire for responsibility, recognition, growth, promotion, and more interesting work-managers have altered conditions in the workplace and, consequently, many employees are motivated to perform more effectively.

In an attempt to appeal to both the fundamental and personal needs of workers, innovative management approaches, such as job enrichment and job enlargement, have been adopted in many organizations. Job enrichment gives workers more authority in making decisions related to planning and doing their work. A worker might assume responsibility for scheduling work flow, checking quality of work produced, or making sure deadlines are met. Job enlargement increases the number of tasks workers perform by allowing them to rotate positions or by giving them responsibility for doing several jobs. Rather than assembling just one component of an automobile, factory workers might be grouped together and given responsibility for assembling the entire fuel system.

By improving the quality of work life through satisfaction of fundamental and personal employee needs, managers attempt to direct the behavior of workers toward the company goals.

Translation

MANAJEMEN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

Para manajer menjalankan bermacam-macam tugas, tetapi satu aspek yang paling penting dan paling sedikit aspek yang dimengerti dari tugas mereka ialah pemberdayaan manusia dengan benar. Penelitian menyatakan bahwa kinerja buruh erat hubungannya dengan motivasi; jadi menjaga agar pegawai termotivasi adalah komponen bagian penting dari manajemen yang bagus. Dalam hubungan bisnis, motivasi adalah rangsangan yang mengarahkan tingkah laku pekerja terhadap tujuan perusahaan. Untuk motivasi buruh dan untuk mencapai tujuan perusahaan manajer harus mengetahui kebutuhan mereka.

Banyak manajer berpendapat buruh akan termotivasi untuk mencapai tujuan perusahaan dengan memenuhi kebutuhan pokok materi untuk hidup. Kebutuhan ini termasuk gaji yang bagus, kondisi kerja yang aman, dan keamanan pekerjaan. Kalau tidak ada factor itu akan berakibat moral bobrok dan ketidakpuasan, penelitian menunjukkan bahwa mereka ada hasil hanya dalam mempertahankan sikap yang ada dan kinerja yang ada. Walaupun penting, gaji, kondisi kerja, dan keamanan pekerjaan tidak memberikan motivasi utama untuk banyak pekerja di masyarakat industri maju, terutama pada tenaga ahli atau tingkat ahli.

Motivasi meningkat yang mungkin terjadi bila memenuhi sendiri untuk belajar, pengakuan jati diri, dan pengembangan diri. Mengacu kepada kebutuhan perseorangan-keinginan pertanggung jawaban, diakui, berkembang, promosi, dan untuk pekerjaan-manajer mengganti kondisi pada tempat dan, maka dari itu, banyak pegawai termotivasi untuk lebih efektif.

Dalam usaha memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan pribadi pada buruh, pendekatan manajemen yang inovativ mendekati, seperti itu pengayaan kerja dan perluasan kerja, telah banyak diterapkan di banyak organisasi. Pengayaan kerja memberikan buruh lebih kekuasaan dalam membuat keputusan berhubungan untuk merencanakan dan melakukan pekerjaan mereka. Seorang buruh dapat diberikan tanggung jawab untuk menjadwal alur kerja, mengecek mutu pada hasil kerja, atau membuat pasti tahap akhir. Perluasan kerja meningkatkan nomor pada tugas kerja menyelenggarakan memperbolehkan mereka untuk berputar posisi atau memberikan mereka respon untuk beberapa orang. Daripada memasang hanya satu bagian dari mobil, pabrik buruh tenaga kelompok bersama-sama dan memberi respon untuk memasang seluruh bahan bakar system.

Dengan memperbaiki mutu kehidupan kerja siap memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan pribadi pegawai, usaha manajer untuk langsung terhadap tujuan buruh kepada perusahaan.

ACQUISITION OF CAPITAL

ACQUISITION OF CAPITAL


A corporation needs capital in order to start up, operate, and expands its business. The process of acquiring this capital is known as financing. A corporation uses two basic types of financing and debt financing. Equity financing refers to funds that are invested by owners of the corporation. Debt financing, on the other hand, refers to funds that borrowed from sources outside the corporation.

Equity financing (obtaining owners funds) can be exemplified by the sale of corporate stock. In this type of transaction, the corporation sells units of ownership known as share of stock. Each share entitles the purchaser to a certain amount of ownership. For example, if someone buys 100 shares of stock from Ford Motor Company, that person has purchased 100 shares worth of Ford’s resources, materials, plants, production, and profits. The person who purchases shares of stock is known as a stockholder or shareholder.

All corporations, regardless of their size, receive their starting capital from issuing and selling shares of stock. The initial sales involve some risk on the part of the buyers because the corporation has no record of performance. If the corporation is successful, the stockholder may profit through increased valuation of the shares of stock, as well as by receiving dividends. Dividends are proportional amounts of profit usually paid quarterly to stockholders. However, if the corporation is not successful, the stockholder may take a severe loss on the initial stock investment.

Often equity financing does not provide the corporation with enough capital and it must turn to debt financing, or borrowing funds. One example of debt financing is the sale of corporate bonds. In this type of agreement, the corporation borrows money from an investor in return for a bond. The bond has a maturity date, a deadline when the corporation must repay all of the money it has borrowed. The corporation must also make periodic interest payments to the bondholder during the time the money is borrowed. If these obligations are not met, the corporation can be forced to sell its assets in order to make payments to the bondholders.

All businesses need financial support. Equity financing (as in the sale of stock) and debt financing (as in the sale of bonds) provide important means by which a corporation may obtain its capital.

Terjemahan :

PENGUASAAN MODAL

Sebuah perusahaan membutuhkan modal untuk memulai, menjalankan, dan mengembangkan bisnisnya. Proses penguasaan modal ini dikenal sebagai perolehan dana. Perusahaan menggunakan 2 tipe dasar perolehan dana : perolehan dari dana sendiri dan perolehan dana dari berhutang. Perolehan dari dana sendiri maksudnya dana diinvestasikan oleh pmilik perusahaan. Perolehan dana dari berhutang, sebaliknya, maksudnya dana pinjaman dari sumber diluar perusahaan.

Perolehan dari dana sendiri (perolehan dana dari pemilik) dapat diberikan contoh dengan menjual saham perusahaan. Pada jenis ini, perusahaan menjual unit-unit kepemilikan yang disebut saham. Setiap bagian memberi hak kepada pemilik untuk sejumlah tertentu kepemilikan. Sebagai contoh, jika seseorang membeli 100 bagian saham dari ford motor company bahwa seseorang membeli 100 bagian nilai kekayaan ford, lahan, pabrik, produksi dan keuntungan. Seseorang yang membeli saham disebut sebagi pemegang saham.

Semua perusahaan, tidak pandang besar kecilnya, menerima modal awal mereka dari pengeluaran dan penjualan saham. Penjualan permulaan melibatkan beberapa resiko bagian dari pembeli karena perusahaan tidak mempunyai catatan kinerja. Jika perusahaan sukses, pemegang saham dapat memperoleh keuntungan yang proporsional, biasanya dibayar 3 bulan kepada pemegang saham. Bagaimanapun, jika perusahaan tidak sukses, pemegang saham dapat mengalami kerugian besar dari penerima investasi.

Seringkali perolehan dari dana sendiri tidak disediakan perusahaan dengan cukup modal dan perusahaan harus beralih ke perolehan dana dari berhutang, atau meminjam dana. Satu contoh dari perolehan dana dari berhutang adalah menjual saham surat tanda berhutang, ini adalah jenis perjanjian, perusahaan meminjam uang dari seorang investor sebagai pengganti sebuah surat tanda berhutang mempunyai tanggal jatuh tempo, batas akhir ketika perusahaan harus membayar kembali semua uang yang dipinjam. Perusahaan harus juga melakukan pembayaran bunga berkala ke pemegang surat tanda berhutang selama waktu uang itu di pinjam. Jika kewajiban ini tidak terpenuhi, perusahaan dapat dipaksa untuk menjual asset untuk membayar kepada pemegang surat tanda berhutang.

Semua usaha membutuhkan dukungan dana. Perolehan dari dana sendiri (seperti menjual saham) dan perolehan dana dari berhutang (seperti menjual surat tanda berhutang) memberikan jalan yang penting dengan mana sebuah perusahaan mungkin mendapatkan modal itu.

unknown

Kau pernah bilang bahwa,
aku adalah wanita terhebat yang pernah kau dapatkan..
aku adalah wanita terindah yang pernah memelukmu..
kau ingi memilikiku selamanya,
tapi kau bilang itu tak mungkin terjadi.
bagai air dan api yang tak pernah menyatu.
kita pun tak bisa.

tembok itu terlalu besar tuk kita tembus,
terlalu panjang tuk kita putari,
dan terlalu tinggi tuk kita panjati..

akankah kau dapat memelukku erat disaat kita tua nanti?
sepertinya semua itu hanya mimpi terliar dalam hidup kita..
kita terlalu berbeda,
berbeda dalam semua hal.
hanya cinta, hanya cinta yang menyatukan kita.

apabila kita memang harus berpisah,
nama, wajah, sebentuk tubuh, kata2, dan perbuatanmu akan tersimpan rapih dalam relung hatiku,
akan ku jaga kenangan itu,
hingga bahkan 1000 samurai pun takkan mampu menembusnya.
dan kobaran api yang membara pun takkan mampu melelehkannya.
karena kenangan itu diselimuti oleh cinta,
bagai selaput yang menyelimuti seseorang bayi dalam rahim ibunya.

kikalau nanti kita berpisah,
dihatiku,
kau dan aku,
selalu dan selamanya....


**TYAR**

Menyingkap Keindahan Bencana

Lihat kebunku penuh dengan bunga. Ada yang putih dan ada yang merah. Setiap hari kusiram semua. Mawar melati semuanya indah.
Bencana, bencana, bencana, bencana, mungkin itu kabut-kabut kehidupan yang berganti menyelimuti Indonesia beberapa tahun terakhir. Belum sepenuhnya pulih dari banjir dahsyat Jakarta, tiba-tiba tanah longsor menggelegar, gempa bumi memakan nyawa, pesawat Garuda terbakar. Bencana seperti tidak bosan-bosannya menggoda jiwa Indonesia. Seorang sahabat asli Jawa, berulang-ulang menyebut kata miris. Seorang psikiater mengutip sebutan tua tentang zaman edan, tatkala menyaksikan seorang Ibu membakar diri dan sejumlah putera-puterinya karena terhimpit kesulitan kehidupan. Salah seorang penulis luar, bahkan memberi judul menyentuh di International Herald Tribune, Indonesia: Mass murder or natural disaster, terutama setelah menghitung ratusan ribu nyawa yang melayang akibat bencana.
Berduka, bersedih, tersentuh oleh penderitaan sesama tentu salah satu tanda pertumbuhan jiwa. Di Timur telah lama diajarkan, untuk memasuki wilayah-wilayah kesucian bahkan menginjak rumput pun dilarang. Terutama karena setiap rasa sakit yang kita timpakan ke ciptaan lain, akan kembali menyakiti diri ini. Sehingga sungguh layak disyukuri kalau Indonesia masih memiliki demikian banyak hati yang punya empati.
Cahaya bencana
Dengan tetap menghormati banyak hati yang punya empati, banyak guru setuju kalau jalan-jalan keindahan apa lagi kesucian tidak ada yang sepenuhnya lurus dan mulus. Semakin indah sebuah tujuan, semakin berat jalan-jalan yang harus dilalui. Bila ini cara memandangnya, mungkin Indonesia bisa menarik nafas dalam-dalam sebentar. Menghimpun energi untuk melewati banyak tanjakan serta kelokan di depan yang masih banyak menghadang.
Dalam jeda jiwa seperti ini, bisa jadi berguna kalau merenung sebentar tentang cahaya-cahaya bencana. Bagi banyak jiwa, bencana identik dengan kematian, perpisahan, kesedihan, duka cita. Dan tentu saja ini teramat manusiawi.
Sedikit jiwa yang mau menggali lebih dalam kalau di balik bencana, ada sejumlah langit kehidupan yang tersingkap rahasianya. Ketakutan, kesedihan adalah masukan berguna tentang keinginan yang demikian mencengkeram. Semakin mencengkeram keinginan, semakin menakutkan wajah bencana. Ada keinginan agar kehidupan hanya berwajah damai, keluarga yang hanya boleh bahagia, perpisahan yang identik dengan hukuman, kemiskinan sama dengan kutukan.
Dan melalui hentakan-kentakan bencana, manusia sedang diingatkan, seberapa kuat pun keinginan mencengkeram, kehidupan tetap harus berputar. Bila saatnya matahari tenggelam, tenggelamlah ia. Ketika putaran bumi harus ditandai oleh gempa, gempalah yang menjadi sahabat kehidupan. Bila kematian sudah waktunya berkunjung, berkunjunglah ia menjadi sahabat kehidupan. Makanya, seorang ayah berpesan kepada putera-puterinya, kematian datang bukan karena penyakit, bukan karena dikerjain orang, bukan juga akibat bencana, kematian datang memang karena putaran waktunya sudah tiba. Penyakit, bencana hanyalah pintu-pintu pembuka.
Bila ini cara meneropongnya, tidak saja keinginan mulai longgar cengkeramannya, namun cahaya-cahaya bencana juga terbuka. Ternyata bencana lebih dari sekedar hulunya kesedihan, ketakutan dan kutukan, ia juga membukakan pengertian tentang wajah kehidupan yang lebih utuh.

Serupa dengan lagu anak-anak yang dikutip di awal tulisan ini, hidup serupa dengan mengurus taman. Kendati yang ditanam rumput Jepang, ada rumput liar yang ikut tumbuh. Kendati sudah banyak berbuat baik, banyak berdoa, sering ke tempat ibadah, bila saatnya bencana menggoda, ia tetap menggoda. Bila rumput Jepang yang ditanam seratus meter, rumput liar hanya mengambil porsi sedikit sekali. Demikian juga dengan kehidupan, sehat berumur bertahun-tahun tapi kerap lupa disyukuri. Sakit hanya segelintir hari sudah penuh dengan caci maki. Indonesia sebentar lagi mau berumur 62 tahun, hanya seglintir hari yang digoda bencana.
Taman jadi indah karena penuh bunga dan warna. Kehidupan juga serupa. Kebahagiaan jadi lebih indah kalau pernah melewati kesedihan. Kehidupan bermakna amat dalam karena ada kematian. Kesuksesan berakarkan rasa syukur yang mendalam, kalau pernah dibanting kegagalan.
Taman bertumbuh terus bila disirami. Pertumbuhan jiwa juga sama. Tidak saja kebahagiaan yang menyirami kehidupan, kesedihan juga menyirami, terutama karena kesedihan adalah gurunya sikap rendah hati dan mawas diri. Tidak saja kedamaian yang memperkuat kehidupan, bencana juga memperkuat kemudian. Kedamaian memperkuat seperti air yang bertemu kerongkongan dahaga, bencana memperkuat seperti amplas keras dan kasar yang membuat berlian tambah bersinar. Sebagai catatan kontemplasi, Jepang dan Jerman yang kini menjadi salah satu pemimpin dunia, kalah perang secara amat menyedihkan puluhan tahun lalu.
Di puncak semua perjalanan ini, tersisa bait indah kehidupan: ”mawar melati semuanya indah!”. Mawar yang berduri indah, melati yang wangi juga indah. Siapa saja yang bisa melihat keindahan dalam setiap unsur dualitas (bahagia-bencana, untung-rugi, suci-kotor, dipuji-dicaci) dia berada di depan gerbang pencerahan, kemudian hatinya bernyanyi: ”semuanya indah!”.
Dalam bahasa indah sejumlah sahabat penyair, keuntungan adalah hasil pelajaran dari banyak kerugian, kekotoran adalah kesucian yang sedang siap-siap menunjukkan rahasianya, kekayaan adalah sisi lain dari kemiskinan dalam mata uang kehidupan. Pada jiwa yang sedang bertumbuh, dualitas terus bergerak dari satu ujung bandul ke ujung bandul lain. Habis bahagia derita, setelah untung rugi dan seterusnya. Dan lagu anak-anak ini mengajarkan, setelah semua segi kehidupan dicintai, disirami, diterima, kemudian dari dalam sini ada yang bernyanyi: ”semuanya indah!”.
Ini mungkin yang menyebabkan Robert Fulghum pernah menulis “Apa yang perlu dipelajari tentang kehidupan, sudah selengkapnya diajarkan di taman kanak-kanak“. Sebuah masa di mana semuanya terasa indah. Guru dzogchen Chogyal Namkai Norbu menyebutnya primordial state (titik awal sekaligus titik akhir perjalanan ke dalam). Cirinya sederhana, tidak ada hal positif yang perlu diterima, tidak ada hal negatif yang perlu ditolak.



Cahaya-Cahaya Duka Cita

Banyak sudah yang dicapai manusia melalui ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Tidak terhitung kemajuan material yang dihasilkannya. Namun sejalan dengan itu, logika manusia yang semakin kaya diikuti oleh semakin banyak duka cita.
Belum saja air mata kering oleh tewasnya ratusan manusia tidak berdaya oleh serangan bersenjata di Mumbai (India), lagi-lagi air mata duka harus meleleh di Palestina sana karena serangan Israel. Kemajuan iptek, kayanya logika tidak digunakan sebagai jembatan dialog antarmanusia. Sebaliknya digunakan sebagai senjata yang mematikan.
Derasnya kemajuan iptek melalui cepatnya pertumbuhan pendidikan/penelitian memang tidak bisa dibendung, namun terinspirasi oleh aliran-aliran sungai air mata yang tidak mengenal kering, mungkin ini saatnya melengkapi kekayaan logika dengan kekayaan rasa.
Benar pesan seorang guru, agama bukanlah senjata untuk menyerang orang lain. Agama adalah kemulyaan untuk memperbaiki diri. Bila iptek dibuat tumbuh deras oleh keinginan, agama mulai dengan menempatkan keinginan ke tempat semula sebagai pembantu (bukan sebagai penguasa). Tatkala nafsu keinginan sudah kembali menjadi pembantu, lebih mudah mendudukkan agama ke fungsi semula: menjadi sumber kemulyaan bukan sumber kebencian.

Maka dari itulah, agama dimulai dengan pertanyaan seberapa banyak kemarahan/kebencian/keserakahan yang mengotori diri ini. Tanpa pembersihan diri seperti ini, kekayaan logika mana pun hanya akan memperpanjang daftar panjang kesedihan.
Dibimbing kepekaan-kepekaan rasa seperti ini, mungkin berguna dan bermakna kalau belajar menemukan cahaya di balik duka cita:
1. Duka cita telah ada sejak awal sejarah manusia. Iptek, kekayaan logika dan upaya manusia yang lain tidak bisa membuatnya sirna sepenuhnya.
2. Karena tidak bisa dimusnahkan, pasti ada cahaya makna di sana. Berbeda dengan kebanyakan orang yang mau mengenyahkan duka cita, banyak guru yang mencoba menemukan cahaya di balik duka cita. Dan ternyata, duka cita tidak seburuk dibayangkan kebanyakan orang.
3. Dengan kejernihan rasa terlihat, duka cita adalah ‘mesin turbo’ yang mendorong manusia segera keluar dari samudera derita (kelahiran, usia tua, sakit-sakitan, kemalangan, kebencian, kematian dll). Tanpa duka cita, manusia akan diikat kuat-kuat oleh godaan-godaan duniawi, untuk kemudian terus menerus berputar di samudera derita ini. Kebahagiaan memang menawan, tapi ia tidak memberi pelajaran semenawan duka cita.
Cuman, cahaya makna ini hanya mungkin timbul dalam batin yang tidak buru-buru menyebut duka sebagai kesalahan/hukuman, namun dengan penuh kesabaran melihatnya sebagi kekuatan pendorong untuk keluar dari derita berkepanjangan.
Itu sebabnya, banyak sekali orang yang tulus/ikhlas sembahyangnya, meditasinya, dzikirnya, yoganya akan jauh lebih dalam justru ketika sedang digoda duka cita. Karena ada cahaya di sana!
Untuk itu, mungkin layak direnungkan ulang membenci duka cita secara membabi buta. Lebih-lebih menyebutnya sebagai kesalahan/hukuman secara berlebihan. Dibimbing kesabaran/ketulusan/keikhlasan, temukan cahaya bimbingannya. Mengalirlah bersamanya.
4. Duka cita tidak saja menerangi ke dalam (sebagaimana renungan ketiga), ia juga menerangi keluar. Dibimbing kepekaan rasa, belajarlah melihat orang-orang yang menimbulkan duka cita tidak dengan judul menakutkan seperti “musuh/barbar/teroris/zionis” dan sejenisnya. Belajar melihat mereka dengan judul “manusia yang sedang berduka”. Disebut berduka karena sedang kehilangan seluruh akal sehat dan kekayaan rasa. Dengan kehilangan terakhir, mereka sedang tenggelam dalam derita. Untuk itu, mereka tidak membutuhkan kemarahan kita, mereka sedang membutuhkan welas asih kita.
Disamping itu, setiap tindakan kejahatan tidak berdiri sendiri. Dalam bahasa The Book of Mirdad: ‘dalam setiap pembunuhan, si terbunuhlah yang mengasah pisaunya’.
Cara pandang seperti ini diperlukan, sebab bila judulnya “musuh” maka yang muncul di dalam sini adalah kemarahan. Bila judulnya ‘duka cita’ maka yang muncul di dalam sini adalah welas asih.
Dan pintu pemahaman seperti ini muncul bila manusia tekun/sujud/tulus di depan kehidupan, tidak buru-buru dibawa lari oleh kemarahan. Dalam bahasa orang-orang sufi, tidak ada kebetulan, hanya bimbingan-bimbingan.
Semoga semuanya berbahagia!